Titian atau jembatan kayu terpanjang di dunia yang dibangun di atas lahan rawa Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan sebagian besar hancur.
Kepala Desa Ambahai Kecamatan Danau Panggang tempat dibangunnya titian sepanjang 15 kilometer tersebut, Nur Aidi di Danau Panggang Selasa mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir titian tersebut tidak dimanfaatkan warga. "Sejak agenda wisata tahunan berupa lomba kerbau rawa di daerah ini tidak lagi digelar, titian tersebut tidak dimanfaatkan warga lagi," katanya.
Titian yang dibangun pada saat pemerintahan Bupati HSU Suhailin Mukhtar sekitar 10 tahun lalu tersebut, dimaksudkan untuk membuka daerah terisolir yang terdapat di Kecamatan Danau Panggang dan Paminggir.
Titian yang diakui oleh almarhum Bupati Suhailin Mukhtar sebagai titian terpanjang di dunia kala itu, menghubungkan dari Kecamatan Danau Panggang hingga Desa Berarawa, juga untuk mendukung agenda wisata tahunan lomba pacu kerbau rawa. "Sekarang ini, lomba itu tidak dilaksanakan lagi karena lokasi yang terlalu jauh dari Amuntai ibukota HSU," katanya.
Sejak itu, kata dia, titian tersebut sudah tidak lagi dimanfaatkan warga dan dibiarkan hancur dan lapuk. Menurut Aidi, pembangunan titian tersebut kurang memperhatikan kultur dan kepentingan masyarakat setempat sehingga terkesan mubazir.
Titian kayu ulin yang menelan dana hingga miliaran rupiah tersebut sejak dibangun hingga sekarang hampir tidak bisa dimanfaatkan warga. Selain karena pondasi yang tidak kuat sehingga tidak bisa dilalui sepeda motor maupun transportasi darat lainnya, juga kurang diperlukan warga.
Kini sebagian besar kayu jembatan telah hilang dan puluhan titik jembatan terputus karena beberapa faktor alam. Namun demikian, kata dia, kendati jembatan kayu tersebut telah hancur hampir tidak berpengaruh terhadap aktivitas warga. "Selama ini warga di dua kecamatan yang sebagian besar berada di daerah rawa tersebut terbiasa menggunakan perahu sebagai arus transportasi," katanya.
Masyarakat tambah dia, kurang memerlukan jembatan tersebut, karena terbiasa memanfaatkan kapal atau perahu sebagai alat transportasi untuk bepergian. Kendati demikian, kata dia, untuk membuka keterisoliran desa-desa di daerah yang seluruh aktivitas warganya dilakukan di atas rawa, pemerintah kini sedang membangun jalan darat.
Diharapkan dengan adanya jalan darat, maka sepeda motor maupun mobil masuk ke daerah tersebut untuk mengangkut pertanian maupun hasil perikanan. (Ant)
Kepala Desa Ambahai Kecamatan Danau Panggang tempat dibangunnya titian sepanjang 15 kilometer tersebut, Nur Aidi di Danau Panggang Selasa mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir titian tersebut tidak dimanfaatkan warga. "Sejak agenda wisata tahunan berupa lomba kerbau rawa di daerah ini tidak lagi digelar, titian tersebut tidak dimanfaatkan warga lagi," katanya.
Titian yang dibangun pada saat pemerintahan Bupati HSU Suhailin Mukhtar sekitar 10 tahun lalu tersebut, dimaksudkan untuk membuka daerah terisolir yang terdapat di Kecamatan Danau Panggang dan Paminggir.
Titian yang diakui oleh almarhum Bupati Suhailin Mukhtar sebagai titian terpanjang di dunia kala itu, menghubungkan dari Kecamatan Danau Panggang hingga Desa Berarawa, juga untuk mendukung agenda wisata tahunan lomba pacu kerbau rawa. "Sekarang ini, lomba itu tidak dilaksanakan lagi karena lokasi yang terlalu jauh dari Amuntai ibukota HSU," katanya.
Sejak itu, kata dia, titian tersebut sudah tidak lagi dimanfaatkan warga dan dibiarkan hancur dan lapuk. Menurut Aidi, pembangunan titian tersebut kurang memperhatikan kultur dan kepentingan masyarakat setempat sehingga terkesan mubazir.
Titian kayu ulin yang menelan dana hingga miliaran rupiah tersebut sejak dibangun hingga sekarang hampir tidak bisa dimanfaatkan warga. Selain karena pondasi yang tidak kuat sehingga tidak bisa dilalui sepeda motor maupun transportasi darat lainnya, juga kurang diperlukan warga.
Kini sebagian besar kayu jembatan telah hilang dan puluhan titik jembatan terputus karena beberapa faktor alam. Namun demikian, kata dia, kendati jembatan kayu tersebut telah hancur hampir tidak berpengaruh terhadap aktivitas warga. "Selama ini warga di dua kecamatan yang sebagian besar berada di daerah rawa tersebut terbiasa menggunakan perahu sebagai arus transportasi," katanya.
Masyarakat tambah dia, kurang memerlukan jembatan tersebut, karena terbiasa memanfaatkan kapal atau perahu sebagai alat transportasi untuk bepergian. Kendati demikian, kata dia, untuk membuka keterisoliran desa-desa di daerah yang seluruh aktivitas warganya dilakukan di atas rawa, pemerintah kini sedang membangun jalan darat.
Diharapkan dengan adanya jalan darat, maka sepeda motor maupun mobil masuk ke daerah tersebut untuk mengangkut pertanian maupun hasil perikanan. (Ant)
--tvOne
Tiada ulasan:
Catat Ulasan